Senin, 29 Oktober 2012

Kembangkan Kerohanian Bersama-sama

Kunci Kebahagiaan Keluarga

Kembangkan Kerohanian Bersama-sama


Erick *: ”Sewaktu kami baru menikah, saya memastikan agar saya dan istri belajar Alkitab bersama. Saya ingin dia berkonsentrasi selama kami belajar. Tapi, Anna sepertinya tidak bisa duduk diam. Kalau saya bertanya, jawabannya hanya ya atau tidak. Itu tidak seperti pelajaran Alkitab yang saya bayangkan.”
Anna: ”Saya berumur 18 tahun sewaktu menikah dengan Erick. Kami belajar Alkitab bersama secara rutin. Tapi setiap kali, Erick selalu menunjukkan semua kesalahan saya dan menceramahi saya tentang caranya menjadi istri yang lebih baik. Saya jadi kesal dan kecil hati!”

MENURUT Anda, apa yang salah dalam hubungan Erick dan Anna? Niat mereka baik. Keduanya mengasihi Allah. Dan, mereka berdua menyadari perlunya belajar Alkitab bersama. Tetapi, hal yang sebenarnya dapat mempersatukan mereka sepertinya malah menjauhkan mereka. Mereka mungkin belajar bersama, tetapi mereka tidak mengembangkan kerohanian bersama-sama sebagai suami istri.
Apa kerohanian itu? Mengapa suami istri perlu berjuang untuk mengembangkannya? Tantangan apa saja yang mungkin mereka hadapi, dan bagaimana mereka bisa mengatasinya?

Apa Kerohanian Itu?

Kata ”kerohanian” sebagaimana digunakan dalam Alkitab berkaitan dengan sikap atau pandangan terhadap kehidupan. (Yudas 18, 19) Rasul Paulus, misalnya, menyoroti perbedaan sikap antara orang yang rohani dan orang yang duniawi. Ia menunjukkan bahwa orang yang duniawi lebih berfokus kepada diri sendiri ketimbang orang lain. Mereka melakukan apa yang benar di mata mereka sendiri, dan tidak berupaya hidup menurut standar Allah.1 Korintus 2:14, Terjemahan Baru; Galatia 5:19, 20.
Sebaliknya, orang yang rohani menghargai standar Allah. Mereka menganggap Allah Yehuwa sebagai Sahabat dan berupaya meniru sifat-sifat-Nya. (Efesus 5:1) Jadi, mereka bersikap pengasih, baik hati, dan lemah lembut kepada orang lain. (Keluaran 34:6) Dan, mereka menaati Allah bahkan sewaktu hal itu tidak mudah untuk dilakukan. (Mazmur 15:1, 4) ”Menurut saya,” kata Darren, yang tinggal di Kanada dan telah menikah selama 35 tahun, ”orang yang rohani selalu memikirkan bagaimana perkataan dan tindakannya akan memengaruhi persahabatannya dengan Allah.” Istrinya, Jane, menambahkan, ”Wanita yang rohani setiap hari berupaya keras agar buah roh Allah menjadi bagian dari kepribadiannya.”Galatia 5:22, 23.
Tentu saja, mengembangkan kerohanian bukan hanya untuk orang yang sudah menikah. Sebenarnya, Alkitab mengajarkan bahwa setiap orang berkewajiban untuk belajar tentang Allah dan meniru Dia.Kisah 17:26, 27.

Mengapa Perlu Mengembangkan Kerohanian Bersama-sama?

Kalau begitu, mengapa suami istri perlu berupaya mengembangkan kerohanian bersama-sama? Perhatikan perumpamaan ini: Dua orang memiliki sebidang kebun yang sama dan ingin menanam sayuran. Yang satu ingin menanam benih sekarang, sedangkan yang lain ingin menanamnya belakangan. Yang satu ingin menggunakan pupuk, tetapi yang lain sama sekali tidak setuju dan berpikir bahwa tanaman tidak perlu diberi pupuk. Yang satu ingin bekerja di kebun itu setiap hari. Yang lain hanya bersantai sambil menunggu hasil. Dalam situasi demikian, kebun itu mungkin saja menghasilkan sesuatu. Tetapi, hasilnya akan lebih banyak jika keduanya saling sepakat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan mereka.
Suami dan istri bisa disamakan dengan kedua pemilik kebun itu. Jika hanya satu yang mengembangkan kerohanian, hubungan mereka mungkin membaik. (1 Petrus 3:1, 2) Namun, alangkah lebih baiknya jika mereka sepakat untuk hidup menurut standar Allah dan berupaya keras untuk saling mendukung dalam melayani Dia! ”Berdua lebih baik daripada seorang diri,” tulis Raja Salomo yang bijaksana. Mengapa? ”Karena mereka mempunyai upah yang baik untuk kerja keras mereka. Karena jika seorang di antara mereka jatuh, yang seorang lagi dapat mengangkat rekannya.”Pengkhotbah 4:9, 10.
Anda tentu ingin mengembangkan kerohanian bersama teman hidup. Tetapi, sama seperti berkebun, keinginan semata tidak akan membuahkan hasil. Perhatikan dua tantangan yang mungkin Anda hadapi dan cara mengatasinya.

TANTANGAN 1: Kami tidak punya waktu.

 ”Suami menjemput saya dari tempat kerja pukul 07.00 malam,” kata Susie, yang baru menikah. ”Setibanya di rumah, segunung pekerjaan sudah menanti. Ini benar-benar suatu perjuangan; kami menyadari perlunya belajar tentang Allah bersama-sama, tapi tubuh kami lelah dan butuh istirahat.”
Yang bisa dilakukan: Bersikaplah lentuk dan suka bekerja sama. Susie mengatakan, ”Saya dan suami memutuskan untuk bangun pagi-pagi dan membaca serta membahas suatu bagian Alkitab sebelum pergi bekerja. Ia juga membantu saya mengerjakan tugas di rumah agar saya bisa punya waktu bersamanya.” Manfaat apa yang didapat dari upaya ekstra ini? Ed, suami Susie, mengatakan, ”Kalau saya dan Susie rutin membahas hal-hal rohani bersama-sama, kami lebih sanggup mengatasi problem dan mengurangi kekhawatiran.”
Selain bercakap-cakap, sangatlah penting agar Anda menggunakan beberapa menit setiap hari untuk berdoa bersama. Apa manfaatnya? ”Belum lama ini,” kata Ryan, yang telah menikah selama 16 tahun, ”saya dan istri mengalami suatu masa yang sulit dalam hubungan kami. Tetapi, kami menyempatkan diri untuk berdoa bersama setiap malam, mengutarakan kekhawatiran kami kepada Allah. Saya rasa, doa bersama membantu kami mengatasi problem dan mendapatkan kembali sukacita dalam perkawinan kami.”
COBALAH INI: Sisihkan beberapa menit saja setiap malam untuk membahas semua hal baik yang terjadi pada kalian berdua, yang patut disyukuri. Bicarakan juga tantangan yang kalian  hadapi, khususnya yang memerlukan bantuan Allah. Ingatlah: Jangan gunakan kesempatan itu untuk menyebutkan kesalahan-kesalahan teman hidup. Sebaliknya, sewaktu berdoa bersama, sebutkan hanya hal-hal yang harus diupayakan oleh kalian berdua. Keesokan harinya, bertindaklah selaras dengan apa yang kalian doakan.

TANTANGAN 2: Kesanggupan kami berbeda.

 ”Saya bukan orang yang betah duduk diam untuk membaca,” kata Tony. Istrinya, Natalie, mengatakan, ”Saya suka sekali membaca dan membicarakan apa yang saya pelajari. Kadang, Tony agak terintimidasi oleh saya sewaktu kami membahas pokok Alkitab.”
Yang bisa dilakukan: Berikan dukungan, jangan bersaing atau menghakimi. Pujilah kelebihan teman hidup Anda dan beri dia semangat. ”Antusiasme istri saya ketika membahas topik-topik Alkitab kadang membuat saya agak kewalahan,” kata Tony, ”dan tadinya saya enggan membahas hal-hal rohani bersamanya. Tapi, Natalie sangat mendukung. Kini, kami rutin membahas hal-hal rohani bersama-sama, dan ternyata tidak ada yang perlu ditakutkan. Saya senang membicarakan topik-topik ini dengan dia. Percakapan seperti itu membantu kami lebih rukun dan nyaman dengan satu sama lain.”
Banyak pasangan mendapati bahwa perkawinan mereka menjadi lebih baik sewaktu mereka menyisihkan waktu setiap minggu untuk membaca dan belajar Alkitab bersama. Namun, ingat: Sewaktu membahas nasihat Alkitab, terapkan itu pada diri Anda sendiri, bukan pada teman hidup Anda. (Galatia 6:4) Bahas masalah perkawinan yang sensitif di waktu lain, jangan saat belajar bersama. Mengapa?
Pertimbangkan: Jika Anda sedang makan bersama keluarga, apakah Anda akan menggunakan waktu itu untuk membersihkan dan mengobati luka yang bernanah? Tentu tidak. Hal itu akan merusak selera makan semua orang. Yesus menyamakan kegiatan belajar dan melakukan kehendak Allah dengan makan. (Matius 4:4; Yohanes 4:34) Jika Anda membicarakan luka emosi setiap kali Anda membuka Alkitab, teman hidup Anda bisa kehilangan selera rohaninya. Tentu saja, problem perlu dibicarakan. Tetapi, lakukanlah itu di waktu lain yang dikhususkan untuk hal tersebut.—Amsal 10:19; 15:23.
COBALAH INI: Tuliskan dua atau tiga sifat teman hidup yang paling Anda hargai. Kali berikutnya Anda membahas hal-hal rohani yang menyangkut sifat-sifat itu, nyatakan betapa Anda menghargai bahwa dia telah menunjukkannya.

Apa yang Ditabur Akan Dituai

Jika Anda menabur, atau mengembangkan, kerohanian bersama-sama, Anda akhirnya akan menuai perkawinan yang lebih damai dan membahagiakan. Malah, ada jaminan dalam Firman Allah bahwa ”apa pun yang ditabur orang, ini juga yang akan dituainya”.Galatia 6:7.
Erick dan Anna, yang dikutip di awal artikel ini, merasakan benarnya prinsip Alkitab tersebut. Kini, mereka telah menikah selama 45 tahun dan menikmati manfaat upaya keras mereka. ”Tadinya saya sering menyalahkan istri saya karena dia kurang berkomunikasi,” kata Erick. ”Tapi akhirnya, saya sadar bahwa saya juga harus mengerahkan upaya.” Anna mengatakan, ”Yang benar-benar membantu kami melewati masa-masa sulit adalah kasih kami kepada Allah Yehuwa. Selama bertahun-tahun, kami telah belajar dan berdoa bersama dengan rutin. Seraya saya melihat Erick mengupayakan sifat-sifat Kristen, semakin mudah bagi saya untuk mencintainya.”

RENUNGKANLAH . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar