Jumat, 15 Maret 2013

Tritunggal-Mengapa mereka menolak tritunggal.


Pengikut-Pengikut Socinus—Mengapa Mereka Menolak Tritunggal?


”Bapa adalah Allah, Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan satu Allah.” Demikianlah definisi Tritunggal dalam Kredo Atanasia. Gereja-gereja Susunan Kristen telah mengajarkan hal tersebut selama lebih dari 16 abad, sampai ajaran ini sekarang diakui sebagai ”doktrin utama dari agama Kristen”. Tetapi benarkah demikian? Sepanjang sejarah hanya beberapa pria dan wanita yang dengan gigih berani mengemukakan bahwa Alkitab tidak mengajarkan ajaran itu—sering dengan mengorbankan kehidupan mereka.


MICHAEL SERVETUS adalah salah seorang dari mereka. Ia sedang melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya. Pada waktu subuh di suatu hari di musim semi tahun 1553, dokter yang dihormati itu melarikan diri dari penjara dengan mengenakan jubah luar dan topi tidurnya dan melintasi daerah pedesaan Perancis. Kasus pengadilannya oleh para pejabat tinggi Katolik di Wina tidak menguntungkan dia. Mereka mengetahui siapa dia. Musuh besar mereka sendiri, pemimpin Protestan dari Jenewa, John Calvin, telah membantu dengan menyerahkan Servetus ke tangan mereka.


Meskipun orang Protestan dan orang Katolik saling membenci dalam tahun-tahun pertama dari Reformasi ini, mereka bersatu dalam kebencian yang bahkan lebih besar terhadap pribadi yang satu ini. Kejahatannya? Bidat. Michael Servetus telah menulis buku-buku yang membuktikan bahwa ajaran gereja-gereja mengenai Tritunggal tidak berdasarkan Alkitab. Ia berkata, ”Ajaran Katolik Roma, Tritunggal, baptisan bayi, dan sakramen-sakramen lain dari Paus, adalah doktrin-doktrin yang berasal dari hantu-hantu.”


Ke mana ia dapat pergi? Servetus mungkin tahu bahwa ia mempunyai beberapa pengikut di Italia Utara. Dengan sembunyi-sembunyi, ia mulai menempuh perjalanan ke sana. Tetapi pada waktu melewati Jenewa, meskipun menyamar ia dapat dikenali. Calvin menyerahkan dia ke tangan pemerintah dan memaksakan eksekusinya. Pada tanggal 27 Oktober 1553, ia dibakar hidup-hidup di sebuah tiang dengan salah satu dari buku-bukunya diikatkan pada pahanya. Ia mati sambil mendoakan musuh-musuhnya dan menolak untuk menyangkal imannya. Beberapa yang melihat kejadian ini terkesan, dan berbalik menentang Tritunggal!


Laelius Socinus, salah satu dari orang-orang Italia yang sudah dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Servetus, karena melihat hukuman yang sangat kejam ini tergerak untuk meneliti sendiri doktrin Tritunggal itu. Ia juga menyimpulkan bahwa doktrin tersebut tidak ada dasarnya dalam Alkitab. Ia menceritakan keyakinannya kepada keponakannya yang masih muda Faustus. Ia bahkan memberikan kepada Faustus semua dokumen dan tulisannya. Karena begitu tergerak, Faustus lambat laun memutuskan untuk meninggalkan kehidupannya yang serba enak sebagai anggota istana dan sebaliknya membagikan kebenaran-kebenaran yang ia pelajari dari Alkitab.


Karena dikejar oleh Inkuisisi Katolik, Socinus pergi ke arah utara. Di Polandia, ia bertemu dengan kelompok kecil kaum Anabaptis yang menamakan diri ”Saudara-saudara . . . yang telah menolak Tritunggal”. Bagi Socinus, agama ini jelas yang paling dekat kepada kebenaran Alkitab. Maka ia tinggal di Kraków dan mulai menulis untuk membela pengakuan mereka.


Apa yang Mereka Percayai?


Pengikut-pengikut Socinus ini, demikianlah sebutan bagi mereka kemudian, terutama ingin memulihkan Kekristenan sejati sebagaimana diajarkan dalam Alkitab. Mereka merasa bahwa Reformasi Protestan hanya membuang sebagian kecil dari kebejatan dan upacara-upacara Gereja Katolik tetapi tetap membiarkan utuh intinya yang busuk, yaitu ajaran-ajaran yang tidak berdasarkan Alkitab.


Seperti agama-agama di sekeliling mereka, mereka membuat banyak kesalahan. Namun dari semua agama Reformasi, kelompok kecil pengikut Socinus inilah yang paling berpaut kepada Alkitab. Berikut ini beberapa contohnya. Silakan membandingkan kepercayaan mereka dengan ayat-ayat yang disebutkan dalam Alkitab anda.


Seperti kelompok Anabaptis, mereka mengajarkan bahwa baptisan bayi tidak berdasarkan Alkitab; dalam Alkitab, hanya orang-orang dewasa yang dibaptis. Pengikut-pengikut Socinus juga berpegang teguh pada perintah Alkitab untuk mengasihi sesama dan meninggalkan senjata-senjata perang. Sementara orang Katolik dan orang Protestan dengan penuh semangat membanjiri seluruh Eropa dengan darah, pengikut-pengikut Socinus menolak untuk berperang dengan alasan apapun. Banyak dari antara mereka dibunuh karena sikap yang berdasarkan Alkitab ini. Juga, mereka menolak kedudukan politik, karena secara tidak langsung ini dapat melibatkan mereka dalam peperangan.


Semangat nasionalisme yang begitu merajalela pada masa itu tidak berpengaruh atas mereka. Mereka merasa bahwa orang-orang Kristen sejati adalah penduduk asing di negeri manapun di dunia ini. (Yohanes 17:16; 18:36) Karena terkenal dengan standar-standar moral mereka yang tinggi, mereka mengucilkan, atau memecat, siapapun di antara mereka yang menolak untuk hidup sesuai dengan atau menerima penjelasan-penjelasan Firman Allah menurut ajaran Socinus.—2 Yohanes 10; 1 Korintus 5:11.


Pengikut-pengikut Socinus tidak ragu-ragu menggunakan nama pribadi Allah, Yehuwa. Mereka terutama menghargai kata-kata Yohanes 17:3, yang mengatakan bahwa pengenalan akan Dia dan Anak-Nya berarti hidup kekal. Mereka memahami bahwa hidup kekal adalah harapan utama dari semua orang Kristen sejati. Dengan tegas mereka menolak doktrin jiwa yang tidak berkematian. Sebaliknya mereka mengajarkan sebagaimana dikatakan Alkitab, bahwa jiwa bisa mati, dengan harapan untuk hidup kembali berdasarkan kebangkitan di masa yang akan datang.—Yehezkiel 18:4; Yohanes 5:28, 29.


Mereka juga menolak ajaran api neraka karena tidak sesuai dengan Alkitab. Dengan jelas Socinus mengerti kejanggalan dari pendapat bahwa Allah akan menyiksa seseorang di dalam api untuk selama-lamanya sebagai hukuman atas dosa-dosa yang dilakukan selama jangka waktu singkat 70 atau 80 tahun! Beberapa pemimpin aliran Socinus yang mula-mula bahkan mengajarkan tentang Pemerintahan Milenium Kristus di atas bumi.—Pengkhotbah 9:5; Wahyu 20:4.


Mengapa Mereka Menolak Tritunggal?


Tetapi, seperti halnya Servetus dahulu, para penganut ajaran Socinus paling terkenal karena menolak ajaran gereja mengenai Tritunggal. Mengapa mereka menolak? Ada dua alasan yang dikemukakan. Pertama dan yang terutama, mereka melihat bahwa itu tidak berdasarkan Alkitab.


Sampai sekarang para sarjana Alkitab mengakui bahwa Alkitab tidak memuat keterangan mengenai Tritunggal apapun, bahwa itu adalah hasil dari ’kreativitas teologia’, suatu upaya untuk melebur ”Kekristenan” abad keempat dengan filsafat Yunani. Adakah tempat bagi ajaran seperti itu dalam gerakan untuk memulihkan Kekristenan sejati? Tidak ada.


Sebagaimana dikatakan seorang sejarawan mengenai Servetus, ”Sebagai ganti dari doktrin yang istilah-istilahnya saja—Tritunggal, hypostasis, pribadi, isi pokok, inti sari—tidak diambil dari Alkitab tetapi diciptakan oleh para fllsuf, dan yang Kristusnya tidak lebih dari suatu abstraksi filsafat, ia mengharapkan agar manusia menaruh iman mereka pada Allah yang hidup, dan Kristus yang ilahi yang pernah menjadi kenyataan sejarah, dan pada Roh Kudus yang selamanya bekerja dalam hati manusia.” Ia percaya bahwa ketiganya adalah satu hanya dalam arti yang sesuai dengan Yohanes 17:21 dan menganggap Roh Kudus sebagai tenaga aktif Allah, bukan suatu pribadi.


Lagi pula, pengikut-pengikut Socinus mendapati bahwa dukungan-dukungan yang dikatakan berdasarkan Alkitab untuk doktrin ini sangat lemah. Ayat yang disukai para penganut Tritunggal, 1 Yohanes 5:7, sudah dikenal sebagai ayat yang menyimpang, sesuatu yang baru belakangan ditambahkan pada Alkitab dan tidak terilham. Yang lain, Yohanes 1:1, masuk akal hanya bila Kristus adalah ”ilahi”, atau ”suatu allah”, dan bukan menyamakan dia dengan Allah yang mahakuasa.


Namun, pukulan yang paling menghancurkan atas Tritunggal, adalah gambaran Alkitab sendiri mengenai Allah, Yesus, dan roh kudus yang membuat ketiga-tiganya tidak mungkin menjadi anggota tritunggal manapun. Mengapa demikian? Pertama-tama, dalam Alkitab roh kudus diperlihatkan sama sekali bukan sebagai suatu pribadi, tetapi, tenaga aktif Allah. (Lukas 1:41; Kisah 10:38) Kedua, Kristus tidak mungkin ”setara dan sama kekalnya” dengan Bapa, karena Alkitab menggambarkan dia sebagai bawahan Bapanya dan sebagai pribadi yang diciptakan oleh Dia. (Yohanes 14:28; Kolose 1:15) Akhirnya, bagaimana Yehuwa, yang begitu sering digambarkan sebagai Allah yang esa, menjadi bagian dari suatu allah tiga serangkai?—Ulangan 6:4; Yesaya 44:6.


Jadi, berdasarkan Alkitab pengikut-pengikut Socinus menolak ajaran Tritunggal. Namun mereka juga menolak hal itu berdasarkan alasan logika. Menurut seorang sejarawan Reformasi, ”Socinus mempertahankan bahwa . . . sekalipun [Alkitab] mungkin memuat hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh akal . . . , ia tidak memuat hal-hal yang bertentangan dengan akal.” Tritunggal, dengan paham-pahamnya yang saling bertentangan mengenai satu allah yang juga merupakan tiga pribadi, jelas termasuk dalam kelompok kedua yang disebutkan tadi. Seorang sejarawan menggambarkan perasaan Servetus terhadap doktrin tersebut, ”Hal itu membingungkan dia, dan tidak dapat memberi kehangatan pada hatinya atau memberi semangat pada dirinya.”


Sekalipun demikian, penganut-penganut ajaran Socinus juga membuat kesalahan-kesalahan yang besar dalam doktrin. Socinus dan pengikut-pengikutnya menolak prinsip tebusan Kristus. Sebaliknya, Alkitab dengan jelas mengajar bahwa Kristus, melalui kematiannya, membayar harga untuk menebus umat manusia dari keadaannya yang berdosa. (Roma 5:12; 1 Timotius 2:5, 6) Ada juga kesalahan-kesalahan lain. Misalnya, Socinus tidak mengakui bahwa Kristus sudah ada sebelum menjadi manusia, suatu ajaran lain yang jelas dalam Alkitab.—Yohanes 8:58.


Sejarah yang Pendek dan Tragis


Minor Reformed Church (sebutan resmi para penganut ajaran Socinus) tumbuh dengan subur di Polandia selama hampir seratus tahun. Pada puncaknya jumlah mereka mencapai 300 sidang. Mereka menempati suatu daerah di Raków, di Timur Laut Kraków, mendirikan percetakan dan sebuah universitas yang menarik minat guru-guru yang terhormat dan murid-murid dari tempat-tempat yang jauh. Dari percetakan mereka mengalir kurang lebih 500 brosur yang berbeda, buku-buku, dan risalat-risalat dalam kurang lebih 20 bahasa. Utusan-utusan injil dan murid-murid keliling dengan diam-diam menyebarkan ini ke seluruh Eropa. Dikatakan bahwa literatur anti ajaran Socinus yang muncul akibat ajaran ini pada dua abad berikutnya dapat memenuhi sebuah perpustakaan!


Namun meskipun dibenci oleh orang Katolik dan orang Protestan, pengikut-pengikut Socinus tidak dapat tinggal dalam keadaan damai untuk waktu yang lama. Socinus sendiri diserang, dipukul, dikeroyok, dan hampir ditenggelamkan karena kepercayaannya. Bahkan sebelum kematiannya pada tahun 1604, orang-orang Yesuit yang berupaya mengembalikan kejayaan Gereja Katolik di Polandia, secara perlahan-lahan mulai melicinkan jalan mereka untuk mendapatkan kedudukan yang berpengaruh dari raja.


Penindasan atas pengikut-pengikut Socinus mulai meningkat. Pada tahun 1611 seorang pengikut Socinus yang kaya dilucuti harta miliknya dan dijatuhi hukuman potong lidah, dipancung kepalanya, tangan dan kakinya dipotong, dan kemudian dibakar. Tentu saja ia dapat terus hidup dengan damai jika ia mau mengganti agamanya. Namun ia tetap bertahan. Dengan berani ia menghadapi eksekusinya di lapangan tempat orang berjual-beli di Warsawa.


Pada tahun 1658 orang-orang Yesuit akhirnya mencapai tujuan mereka. Atas desakan mereka, raja mengumumkan bahwa setiap anggota Minor Reformed Church harus keluar dari Polandia dalam waktu tiga tahun atau akan dihukum mati. Ratusan memilih pengasingan. Penindasan yang sangat kejam mulai menjalar. Beberapa sidang kecil di tempat pengasingan untuk sementara dapat bertahan di Transylvania, Rusia, dan Negeri Belanda, namun kelompok-kelompok yang terpencil ini lambat laun juga menghilang.


Warisan Ajaran Socinus


Tetapi tulisan-tulisan mengenai ajaran Socinus masih terus memberikan pengaruhnya. Katekismus Racovian, yang didasarkan atas tulisan-tulisan Socinus dan diterbitkan beberapa waktu setelah kematiannya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John Biddle pada tahun 1652. Parlemen menyita dan membakar salinan-salinannya dan memenjarakan Biddle. Sekalipun untuk sementara waktu dibebaskan, ia dipenjarakan kembali dan mati di sana.


Namun argumen-argumen yang menentang Tritunggal tidak mudah mati di Inggris, karena banyak orang yang terpelajar dan berpikir logis melihat kebenaran Alkitab dari argumen-argumen tersebut. Sir Isaac Newton, salah seorang ilmuwan terbesar dalam sejarah menolak Tritunggal dalam tulisan-tulisannya dan kadang-kadang disebut sebagai pengikut Socinus. Joseph Priestley, ahli kimia yang terkenal dan penemu oksigen, juga disebut sebagai pengikut Socinus. John Milton, penyair ternama, juga menolak Tritunggal. Sebenarnya, filsuf Perancis Voltaire merasa aneh bahwa Luther, Calvin, dan Zwingli, yang tulisannya dianggap ”tidak dapat dibaca” oleh Voltaire, bisa memenangkan banyak daerah Eropa, sedangkan ”filsuf-filsuf terbesar dan penulis-penulis terbaik dari zaman mereka”, seperti Newton dan para pengikut Socinus lainnya, hanya memenangkan suatu kawanan kecil dan yang makin berkurang jumlahnya.


Orang-orang demikian, seperti halnya Socinus sebelum mereka, menandaskan pentingnya logika dalam agama. Ini memang pada tempatnya. Alkitab sendiri menasihatkan kepada kita untuk melayani Allah ’dengan kekuatan akal kita’. (Roma 12:1, NW) Namun dalam gerakan Unitarian yang berkembang di Inggris dari akar ajaran Socinus, akal manusia mulai lebih dipentingkan daripada Alkitab. Pada pertengahan tahun 1800-an, anggota-anggota Unitarian di Inggris dan Amerika ”mulai meninggalkan Alkitab sebagai sumber yang paling utama dari kebenaran agama”, demikian menurut sejarah gerakan mereka.


Namun, para pengikut Socinus yang awal telah memberikan teladan yang dapat ditiru oleh banyak agama modern. Misalnya, seorang pendeta Presbitarian memuji sikap mereka terhadap peperangan jika dibandingkan dengan ”ketidakmampuan [gereja-gereja modern] dalam menghadapi Perang Dunia”. Ia menyatakan harapannya bahwa segera semua gereja Susunan Kristen akan mengambil sikap menentang peperangan. Tetapi ia menulis kata-kata tersebut pada tahun 1932. Perang Dunia II pecah hanya beberapa tahun setelah itu, dan gereja-gereja kembali mendukung pertumpahan darah. Dewasa ini, perang memorak-porandakan sebagian besar bola bumi ini. Agama lebih banyak menyebabkan perang daripada mencegahnya.


Bagaimana dengan gereja anda? Apakah gereja anda, sama seperti kebanyakan gereja dewasa ini, telah kehilangan respeknya terhadap Alkitab? Apakah ia sebaliknya mengajarkan gagasan-gagasan manusia? Bagaimana sikapnya terhadap doktrin-doktrin seperti jiwa yang tidak berkematian, api neraka, atau Tritunggal? Pernahkah anda membandingkan ajaran-ajaran ini dengan apa yang dikatakan Alkitab? Itulah yang dilakukan para pengikut Socinus. Kami anjurkan anda untuk melakukan hal yang sama.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar